Fungsi gelombang pertama kali diciptakan oleh fisikawan Austria Erwin
Schrodinger, untuk menangani salah satu fenomena dunia kuantum dualisme gelombang partikel.
Namun, fungsi gelombang itu sendiri tidak memberikan gambaran fisik apa
pun sampai Max Born mengusulkan untuk mengkuadratkan nilai mutlaknya.
Selanjutnya, amplitudo fungsi gelombang yang telah dikuadratkan itu
ditafsirkan sebagai kemungkinan menemukan partikel berada pada tempat
dan saat tertentu. Bersamaan dengan itu, Born juga memperkenalkan
metode pengukuran di bawah aturan-aturan yang ditetapkannya.
Dalam perkembangan selanjutnya para ahli menggunakan metode pengukuran tak langsung yang dikenal dengan tomografi kuantum.
Dengan estimasi bahwa fungsi gelombang konsisten terhadap berbagai
kumpulan hasil pengukuran, mereka melakukan banyak pengukuran, mencatat
hasilnya dalam tabel yang nantinya digunakan untuk memprediksikan
nilai-nilai pada kolom yang kosong. Jeff Lunden, seorang peneliti dalam
bidang terkait mengibaratkan metode ini seperti meneliti sebuah
gelombang air dengan cara menyinarinya dengan cahaya yang
digerak-gerakkan lalu mengukur bayangannya di dasar kolam. Namun metode
pengukuran tak langsung ini hanya melipat-gandakan masalah dalam
menentukan fungsi gelombang. Lagipula fungsi gelombang terlalu rapuh,
seperti gelembung sabun yang mudah pecah ketika disentuh untuk diteliti.
Fisikawan Sanford, Onur Hosten bahkan menyatakan bahwa mengukur fungsi
gelombang itu saja nyaris tidak mungkin dilakukan.
Tetapi kini tim fisika Kanada yang dikepalai oleh Jeff Lundeen berhasil menemukan cara baru untuk mengukur fungsi gelombang,
bahkan secara langsung. Mereka menggabungkan sistem pengukuran kuat
yang memberikan kepastian yang mantap tetapi menghancurkan fungsi
gelombang, dan pengukuran lemah yang memberikan informasi yang kurang
pasti namun hanya merusak sebagian kecil darinya.
Lundeen dkk. mendemonstrasikan hasil kerja mereka dengan bantuan
banyak foton-tuggal sebagai partikel uji. Foton-foton itu ditransmisikan
melalui serat optik dengan tujuan agar mereka mempunyai fungsi
gelombang yang sama. Setelah ditembakkan, lalu foton itu dipolarisasikan
sehingga mereka mendapat dua variabel dari satu keadaan foton untuk
diukur. Pertama mereka mengukur lokasinya secara kasar, hal ini
mengakibatkan fungsi gelombang itu tetap stabil. Kemudian sisa foton
digunakan untuk mengukur momentumnya secara akurat dan akhirnya
memetakan fungsi gelombangnya. Intinya, pengukuran pertama dikerjakan
dengan cara halus sehingga tidak membatalkan hasil dari pengukuran
kedua. Sayangnya, metode ini hanya berlaku jika telah diketahui secara
pasti bahwa foton-foton uji itu memiliki keadaan kuantum yang sama.
Dengan demikian, tim tersebut tidak hendak menggugurkan mekanika
kuantum. Nyatanya, prinsip ketidakpastian Heinsenberg masih berlaku.
Mereka tidak memperkenalkan metode yang lebih baik untuk menjelaskan
fenomena kuantum, mereka hanya memperkenalkan “metode lain” semata.
Selain itu, untuk sementara partikel tunggal yang diuji baru foton.
Meskipun begitu ini bukan berarti sebuah kegagalan, justru temuan tim
Lundeen ini merupakan kemajuan. Ia memprediksikan, dalam waktu dekat
metodenya juga dapat disesuaikan untuk mengukur fungsi gelombang
partikel-partikel lain seperti ion, molekul dan elektron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar